MAJLIES eL _ ILMIE

MAJLIES   eL _ ILMIE

Sabtu, 20 Juli 2013

SHALAT VIA ELEKTRONIK

A. DESKRIPSI MASALAH

Shalat berjamaah adalah salah satu syiar Islam yang harus kita pertahankan, sebab di balik pelaksanaan shalat berjamaah terdapat hikmah yang sangat besar. Salah satu diantaranya adalah seperti disabdakan Rasulullah SAW.:

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ اَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً, متفق عليه
"Shalat yang didirikan secara berjamaah itu lebih utama ketimbang shalat sendirian dengan (ketutamaan) dua puluh tujuh derajat" (shahih Muslim, juz 1 hlm, 450).

Demikianlah salah satu motivasi spiritual yang dilontarkan baginda Nabi SAW. di tengah-tengah umatnya. Dalam pelaksanaan shalat berjamaah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Berbagai literatur fiqh menyebutkan, bahwa salah satu syarat shalat berjamaah adalah "makmum harus mengetahui gerakan imam".

Perkembangan zaman terus meningkat. Seiring dengan perkembangannya, manusianya pun kian kreatif. Salah satu bentuk kreatifitas yang mereka pamerkan ke permukaan adalah bentuk bangunan yang semakin modis, mesjid yang dulunya hanya memiliki teras, saat ini meningkat menjadi berlantai ganda, bahkan –di sebagian kota metropolitan—kita menjumpai mesejid yang berlantai lima.

Desain mesjid seperti ini menyebabkan sebagian besar makmum tidak bisa melihat gerakan imammnya. Oleh karena itu, banyak upaya yang dilakukan takmir mesjid agar makmum tetap bisa melihat gerakan imam. Cara klasik yang dilakukan adalah dengan membuat lobang tembus di tengah-tengah mesjid lantai dua, sehingga makmum yang ada di lantai atas tersebut masih tetap melihat gerakan imamnya. Cara yang lebih canggih yaitu dengan media visual slide atau layar projecktor (LCD), bahkan di kota-kota besar sudah menggunakan media televisi sebagai peranta antara imam dan makmum. Dengan langkah taktis seperti itu, persyaratan makmum harus melihat gerakan imam dalam melakukan shalat berjamaah tetap terpenuhi.

B. PERTANYAAN

Setelah mengkaji deskripsi masalah di atas, kami, santri Ma’had Aly yang terwadahi dalam Lajnah Bahtsul Masail (LBM) Lembaga Kader Ahli Fiqh, Ma’had Aly PP. Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo berhasrat mengajukan dua pertanyaan, yaitu:
a. Apakah penggunaan LCD, TV dan sebagainya dalam menjalankan shalat berjama'ah sudah dianggap cukup mewakili dalam proses berjamaah?
b. Kalau pelaksanaan shalat berjama'ah dengan menggunakan perantara media tersebut sudah dianggap cukup, apakah makmum diharuskan untuk melihat media itu?

C. JAWABAN

Jawaban Point A

Sebagaimana disebutkan dalam deskripsi masalah, bahwa salah persyaratan shalat berjama'ah ialah ”mengetahui berpindah gerakan imam (intiqalati al-imam)”. Jika shalat diljalankan tanpa hal tersebut, maka shalat itu tidak sah. Dalam khazanah fiqh klasik dan kontemporer dikatakan, mengetahui gerakan imam tidak mesti dengan melihat langsung (musyahadah), akan tetapi—di saat-saat tertentu dimana melihat secara langsung menjadi sangat sulit, bahkan tidak mungkin—ada beberapa cara yang dilegalkan sebagai wasilah mengetahui gerakan imam tersebut, yaitu:

1. melihat shaf (barisan) sebagian makmum yang lain, atau jika tidak mungkin;
2. cukup mendengar suara imam, atau bila masih belum bisa;
3. cukup hanya mendengar suara wakil imam (muballigh) yang menirukan takbirnya saat melakukan perpindahan gerakan shalat (takbir intiqal).

Sebagaimana dinyatakan Syeikh Zainuddin al-Malibari dalam ”Fath al-Mu’in”-nya pada halaman 36 berikut ini:

(وَ) مِنْهَا: (عِلْمٌ بِانْتِقَالِ إمَامٍ) بِرُؤْيَةٍ لَهُ، أَوْ لِبَعْضِ صَفٍّ، أَوْ سِمَاعٍ لِصَوْتِهِ، أَوْ صَوْتِ مُبَلِّغٍ ثِقَةٍ.

”termasuk persyaratan shalat berjamaah yaitu mengetahui perpindahan imamnya, baik dengan melihat langsung, melalui perantara sebagian shaf (barisan), mendengar suara imamnya, atau mendengar suara seorang tepercaya yang menirukan takbir imam saat melakukan gerakan dalam shalat”.

Dalam madzhab Hanafiyah dikatakan, ketika makmum sudah bisa mengetetahui gerakan imam maka shalat berjamaahnya tetap sah, sekalipun antara imam dan makmum terhalang dinding pemisah yang cukup besar yang menghalangi sang makmum untuk menuju imamnya. Berikut ini penuturan salah seorang ulama' di al-Azhar Kairo dalam kumpulan fatwanya yang terkodifikasi dalam kitab ”Fatawa al-Azhar” Juz 1 halaman 44:

إِنَّ الصَّحِيحَ مِنْ مَذْهَبِ الحَنَفِيَّةِ عَلَى مَا ذَكَرَهُ العَلَّامَةُ الشّرنبلَالِى أَنّهُ يَصِحُّ اِقْتِدَاءُ المَأْمُومِ وََبيَنَْهُ وَبَيْنَ الإَمَامِ حَائِطٌ كَبِيْرٌ لَا ُيمْكِنُ الوَصُولُ مِنْهُ إِليَْهِ مَتَى كَانَ المَأْمُومُ عَلَى عِلْمٍ بِاْنتِقَالَاتِ الْإِمَامِ بِسِمَاعٍ أَوْ رُؤْيَةٍ.
"Berdasarkan penuturan al-‘Allamah Syeikh asy-Syaranbilaliy, sesungguhnya pendapat yang benar dari kalangan madzhab Hanafiyah mengatakan bahwa shalat berjamaah itu saha seklipun antara imam dan makmum terdapat penghalang yang sangat besar sehingga makmum tersebut tidak bisa berjalan menuju imamnya. Namun, dengan catatan si makmum dapat mengetahui gerakan perpindahan-perpindahan imamnya (intiqalat al-imam), baik dengan perantara suara atau melihat."

Apa yang dikatakan dalam Hal senada juga diungkapkan oleh al-Mawardi dari golongan Syafi'iyah. Dalam ke-sah-an shalat berjamaah ini, beliau juga menekankan pada kewajiban mengetahui perpindahan-perpindahan imam dari satu rukun pada rukun yang lain. Di bawah ini ulasan al-Mawardi yang tertuang dalam salah satu karya monomentalnya, "al-Hawi al-Kabir" Juz 2 pada halaman 778-779:

فَلَوْ صَلَّى الْمَأْمُومُ فِي رِحَابِ الْمَسْجِدِ ، أَوْ مُصْطَفًّا بِهِ ، أَوْ عَلَى سَطْحِهِ ، وَكَانَ عَالِمًا بِصَلَاةِ إِمَامِهِ فَصَلَاتُهُ جَائِزَةٌ : لِمَا رُوِيَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ صَلَّى عَلَى سَطْحِ الْمَسْجِدِ بِصَلَاةِ الْإِمَامِ فِي الْمَسْجِدِ ، وَلِأَنَّ سَطْحَ الْمَسْجِدِ وَرِحَابَهُ كَالْمَسْجِدِ ، بِدَلِيلِ أَنَّ الْجُنُبَ مَمْنُوعٌ مِنَ اللُّبْثِ فِي شَيْءٍ مِنْهُ.

"Apabila ma'mum shalat di halaman mesjid, di atap mesjid atau di loteng mesjid (dalam konteks sekarang bisa dibilang lantai dua mesjid), sedangkan makmum dapat mengetahui shalatnya imamnya, maka shalat jamaah yang seperti itu boleh dilakukan, karena alasan ada informasi bahwa sesungguhnya sahabat Abu Hurairah pernah melakukan shalat di loteng mesjid bermakmum pada imam yang ada di dalam mesjid, disamping itu juga karena alasan loteng mesjid dan halaman mesjid hukumnya sama dengan mesjid, hal ini didasarkan pada ketidakbolehan seorang yang sedang junub mendiami bagian loteng atau halaman".

Redaksi yang hampir sama juga bisa dibaca dalam kitab "al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah" Juz 2 halaman 1902:
وَيَصِحُّ اقتِدَاءُ الوَاقِفِ عَلَى السَّطْحِ بِمَنْ هُوَ فِي البَيْتِ ، وَلَا يَخْفَى عَلَيْهِ حَاُلهُ.
"Dan sah shalat berjamaah yang dilakukan oleh seorang makmum yang ada di atas loteng sebuah rumah sementara imamnya ada di dalam, sedangkan makmum tersebut mesti mengetahui keadaan (berpindahnya) imamnya".

Dari ungkapan terakhir dapat dipahami, bahwa makmum dapat dibilang sah berjamaah apabila dia mengetahui keadaan imammnya, apakah imamnya sedang ruku’, I’tidal, sujud, tahiyyat dan sebagainya. Mengenai cara mengetahui apakah dengan cara langsung atau tidak, itu tidak menjadi persoalan, yang penting tahu.

Bagaimana jika mengetahui imam dengan mealului pengeras suara (loadspeaker)? Apakah dapat disamakan dengan suara orang yang menirukan takbir imam (muballigh)?

Untuk menjawab pertanyaan ini ikutilah penuturan dalam kitab”Fatawa al-Azhar” Juz 9 halaman 149 :

السُّنَّةُ أَنْ يَكُونَ المَأْمُومُونَ مَعَ الإِمَامِ فِى طَابِقٍ وَاحِدٍ لِسُهُولَةِ مُتَابَعَتِهِ بِالنَّظْرِ أَوِ السِّمَاعِ ، وَإِنْ كَانَ الصَّوْتُ يَصِلُهُمْ عَنْ طَرِيقِ المُبَلِّغِ أَوْ مُكَبِّرَاتِ الصَّوْتِ.
"Disunnahkan ma'mum dan imam itu berada disatu lantai untuk memudahkan proses iqtida' dengan melihat atau mendengar suara imam, sekalipun mendengarnya hanya melalui pelantara muballigh atau melelui pengeras suara".

Setelah melihat beberapa pendapat-pendapat ulama' di atas, maka sebenarnya shalat jama'ah dengan menggunakan layar LCD., Televisi dan alat-alat elektronik yang lain, tidak ada masalah. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana menyemarakkan kembali shalat berjamaah di tengah masyarakat yang sedang bercerai berai akibat hiruk-pikuk perpolitikan. Dengan satu tekad bulat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan umat. Tidakkah shalat berjamaah merupakan simbol persatuan umat Islam?

Jawaban Point B

Dari beberapa referensi di atas, tidak ada yang mewajibkan melihat imam atau gambar imam dalam prosesi shalat berjamaah, yang penting mendengar suara imam sudah sah shalat makmum yang besangkutan.

D. Daftar Pustaka
1. Fathu al-Mu’in
2. Fatawa al-Azhar
3. al-Hawi al-Kabir
4. al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar