MAJLIES eL _ ILMIE

MAJLIES   eL _ ILMIE

Senin, 29 Juli 2013

HUKUM SHALAT DIATAS PAPAN

Hadits Ibnu Umar radhiyallohu anhuma,
عاد رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا من أصحابه مريضا ، و أنا معه ، فدخل عليه ، و هو يصلي على عود ، فوضع جبهته على العود ، فأومأ إليه فطرح العود ، و أخذ وسادة فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم دعها عنك ـ يعني الوسادة ـ إن استطعت أن تسجد على الأرض و إلا فأوم إيماء و اجعل سجودك أخفض من ركوعك
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam menjenguk seorang sahabatnya yang sakit, dan aku bersama beliau. Lalu beliau masuk menemuinya yang dalam keadaan sholat dengan sebatang kayu, dia meletakkan dahinya pada batang kayu itu, maka beliau mengisyaratkan kepadanya lalu membuang batang kayu itu. Dan dia mengambil bantal, lalu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhkan bantal itu darimu, jika kamu mampu sujud di atas tanah (maka lakukanlah). Jika tidak maka berilah isyarat, dan jadikanlah sujudmu lebih rendah dari ruku’mu.”


Hadits ini dikeluarkan oleh Ath-Thobroni dalam Al-Mu’jamul Kabir (3/189/2)
نعم للحديث طريق أخرى عن ابن عمر يتقوى به ، يرويه سريج بن يونس حدثنا قران بن تمام عن عبيد الله بن عمر عن نافع عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ” من استطاع منكم أن يسجد فليسجد ، و من لم يستطع ، فلا يرفع إلى جبهته شيئا يسجد عليه ، و لكن بركوعه و سجوده يوميء برأسه ” . أخرجه الطبراني في ” الأوسط ” ( 1 / 43 / 1 – من زوائده )
“Ya, hadits ini memiliki jalan lain dari Ibnu Umar yang menjadikannya kuat. Diriwayatkan oleh Suraij bin Yunus (dia mengatakan) menceritakan kepada kami Qurron bin Tamam dari Ubaidulloh bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian mampu sujud maka sujudlah. Barangsiapa tidak mampu, maka janganlah dia mengangkat ke dahinya sesuatu yang dia gunakan untuk sujud. Akan tetapi untuk ruku’ dan sujudnya dia memberi isyarat dengan kepalanya.” Dikeluarkan oleh Ath-Thobroni dalam Al-Ausath (1/43/1- dari zawaidnya)”
 
Hadits Jabir ini dinukil oleh Ibnu Hajar al-Asqolani dalam Bulughul Marom hadits nomor 310.
وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِمَرِيضٍ – صَلَّى عَلَى وِسَادَةٍ ، فَرَمَى بِهَا – وَقَالَ : صَلِّ عَلَى الْأَرْضِ إنْ اسْتَطَعْت ، وَإِلَّا فَأَوْمِ إيمَاءً ، وَاجْعَلْ سُجُودَك أَخْفَضَ مِنْ رُكُوعِك }
Dan dari Jabir rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seorang yang sakit – yang ketika itu sholat dengan bantal, lalu beliau membuang bantal tersebut – dan berkata, “Sholatlah di atas tanah jika mampu. Jika tidak, maka berilah isyarat, dan jadikanlah sujudmu lebih rendah dari ruku’mu.”

Dalam Subulus Salam syarh Bulughul Marom, ketika menjelaskan hadits Jabir rodhiyallohu ‘anhu, Ash-Shon’ani mengatakan,
وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ لَا يَتَّخِذُ الْمَرِيضُ مَا يَسْجُدُ عَلَيْهِ حَيْثُ تَعَذَّرَ سُجُودُهُ عَلَى الْأَرْضِ ، وَقَدْ أَرْشَدَهُ إلَى أَنَّهُ يَفْصِلُ بَيْنَ رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ ، وَيَجْعَلُ سُجُودَهُ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوعِهِ فَإِنْ تَعَذَّرَ عَلَيْهِ الْقِيَامُ وَالرُّكُوعُ فَإِنَّهُ يُومِئُ مِنْ قُعُودٍ لَهُمَا جَاعِلاً الْإِيمَاءَ بِالسُّجُودِ أَخْفَضَ مِنْ الرُّكُوعِ …
“Hadits ini menunjukkan bahwa seorang yang sakit tidaklah menjadikan sesuatu benda yang dia gunakan untuk sujud ketika dia tidak mampu sujud di atas tanah. Dan beliau (Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam) membimbingnya agar membedakan antara ruku’ dan sujudnya, dan menjadikan sujud lebih rendah dari pada ruku’nya. Jika dia tidak mampu berdiri dan ruku’ maka dia dengan duduk dia mengisyaratkan keduanya, yaitu dengan menjadika isyarat untuk sujud lebih rendah dari isyarat untuk ruku’ …”
Inilah pemahaman yang bisa kita ambil dari hadits Ibnu umar rodhiyallohu ‘anhuma di atas. Yakni, kita dilarang menjadikan suatu benda baik berupa bantal, batang kayu atau yang lain untuk diletakkan pada dahi kita ketika kita tidak mampu sujud dengan meletakkan dahi kita di atas tanah.
=======================================================================
Adapun sholat diatas kain, tikar, karpet, papan kayu atau yang lain (tidak langsung menempel tanah atau lantai) maka hal ini dibolehkan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنَّا نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِدَّةِ الْحَرِّ فَإِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَحَدُنَا أَنْ يُمَكِّنَ جَبْهَتَهُ مِنْ الْأَرْضِ بَسَطَ ثَوْبَهُ فَسَجَدَ عَلَيْهِ
Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu dia berkata, “Dahulu kami sholat bersama Rosululloh dalam keadaan yang sangat panas. Jika salah seorang di antara kami tidak mampu menekankan dahinya ke tanah, dia membentangkan bajunya sehingga dia sujud padanya.” [Riwayat Muslim nomor 983]

Imam Bukhori membuat beberapa bab yang berurutan dalam kitab shohihnya “Sholat di atas hashir (tikar)”, “Sholat di atas khumroh” dan “Sholat di atas tempat tidur.”
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ جَدَّتَهُ مُلَيْكَةَ دَعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِطَعَامٍ صَنَعَتْهُ لَهُ فَأَكَلَ مِنْهُ ثُمَّ قَالَ قُومُوا فَلِأُصَلِّ لَكُمْ قَالَ أَنَسٌ فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدْ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَفْتُ وَالْيَتِيمَ وَرَاءَهُ وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ
Dari Anas bin Malik, bahwa neneknya, Mulaikah, mengundang Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk makan makanan yang telah dibuatnya untuk beliau. Beliau pun makan kemudian bersabda, “Bangkitlah kalian, aku akan sholat mengimami kalian.” Anas berkata, lalu aku pun bangkit untuk mengambil hashir (tikar) milik kami yang telah menghitam karena lama dipakai. Aku membersihkannya dengan air. Lalu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan aku berbaris bersama seorang anak yatim di belakang beliau, sedangkan si nenek berada di belakang kami. Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mengimami kami dua rokaat kemudian berpaling. [Riwayat Bukhori bab “Sholat di atas hashir (tikar)”, (367)]

Dari Maimunah rodhiyallohu ‘anha dia berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى الْخُمْرَةِ
“Dahulu Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sholat di atas khumroh.” [Riwayat Bukhori bab “Sholat di atas khumroh” nomor 368]


Imam Bukhori berkata, “Bab sholat di atas tempat tidur. Dan Anas sholat di atas tempat tidurnya.” Kemudian beliau membawakan beberapa hadits, di antaranya,
عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهِيَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ عَلَى فِرَاشِ أَهْلِهِ اعْتِرَاضَ الْجَنَازَةِ
Dari Urwah, bahwa Aisyah mengabarkan kepadanya bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah sholat sedangkan dia (Aisyah) berada di antara beliau dan kiblat di atas tempat tidur keluarganya melintang sebagaimana jenazah. [Riwayat Bukhori (370)]

عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَعَائِشَةُ مُعْتَرِضَةٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ عَلَى الْفِرَاشِ الَّذِي يَنَامَانِ عَلَيْهِ
Dari Urwah, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah sholat sedangkan Aisyah melintang di antara beliau dan kiblat di atas tempat tidur mereka berdua. [Riwayat Bukhori (371)]
Imam Bukhori juga membuat bab dengan judul “Sholat di atas atap, mimbar dan kayu.”
Kemudian Ibnu Hajar mengomentarinya dengan berkata, “Dengan bab itu beliau mengisyaratkan kepada bolehnya. Adapun yang diperselisihkan oleh sebagian tabi’in dan pengikut madzhab malikiyah adalah tempat yang tinggi bagi seorang yang menjadi imam.” [Lihat Fathul Bari Kitab ash-Sholat bab ash-Sholat fis Suthuh wal Minbar wal Khosyab]

Dalam menjelaskan hadits Sahl bin Sa’d tentang sholatnya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar (yang akan datang lafadznya pada masalah berikutnya), Ibnu Hajar berkata, “Dalam hadits ini terdapat kebolehan sholat di atas kayu. Namun hal itu dibenci oleh al-Hasan dan Ibnu Sirin, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari keduanya. Beliau juga mengeluarkan dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar semisal dengan itu. Dan dari Masruq, bahwa dia dahulu jika naik perahu membawa batu bata untuk dijadikan tempat sujud, dan semisal ini pula dari Ibnu Sirin. Namun yang dianggap adalah pendapat yang mengatakan bolehnya.” [Lihat Fathul Bari Kitab ash-Sholat bab ash-Sholat fis Suthuh wal Minbar wal Khosyab]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar