Oleh: K.H. Achmad Masduqi Machfudh
Sayyid Ali Fikri
dalam bukunya “Khulashatul Kalam fi Arkanil Islam” halaman 114
menuturkan tentang salat tarawih sebagai berikut:
Salat tarawih
hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang hukumnya mendekati wajib) menurut
para Imam Madzhab pada malam-malam bulan Ramadlan. Waktunya adalah
setelah salat Isyak sampai terbit fajar; dan disunnahkan salat witir
sesudahnya.
Salat tarawih
disunnahkan beristirahat sesudah tiap empat rakaat selama cukup untuk
melakukan salat empat rakaat. Jumlah bilangannya adalah 20 rakaat dan
setiap dua rakaat satu kali salam. Salat tarawih disunnahkan bagi orang
laki-laki dan perempuan.
Cara melakukan salat
tarawih adalah seperti salat subuh, artinya setiap dua rakaat satu
salam; tidak sah tanpa membaca Fatihah dan disunnahkan membaca ayat atau
surat pada setiap rakaat.
Hikmah salat tarawih
adalah untuk menguatkan jiwa, mengistirahatkan dan menyegarkannya guna
melakukan ketaatan; dan juga untuk memudahkan mencerna makanan sesudah
makan malam. Apabila sesudah berbuka puasa lalu tidur, maka makanan yang
ada dalam perut besarnya tidak tercerna, sehingga dapat mengganggu
kesehatan; kesegaran jasmaninya menjadi lesu dan rusak.
Orang yang pertama
kali mengumpulkan orang-orang muslim untuk melakukan salat tarawih
secara berjamaah dengan hitungan 20 rakaat adalah Khalifah Umar bin
Khattab ra. dan disetujui oleh para sahabat Nabi pada waktu itu.
Kegiatan tersebut berlangsung pada masa pemerintahan Khalifah Usman dan
Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Kegiatan salat tarawih secara berjamaah
seperti ini terkait sabda Rasulullah saw:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
“Wajib atas kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah dari al-Khulafaur Rasyidin”.
Khalifah Umar bin
Abdul Aziz ra. bahkan menambah jumlah rakaatnya menjadi 36 (tiga puluh
enam) rakaat. Tambahan ini beliau maksudkan untuk menyamakan dengan
keutamaan dan pahala penduduk Makkah yang setiap kali selesai melakukan
salat empat rakaat, mereka melakukan thawaf. Jadi Khalifah Umar bin
Abdul Aziz ra. melakukan salat empat rakaat sebagai ganti dari satu kali
thawaf agar dapat memperoleh pahala dan ganjaran berimbang.
Berdasarkan sunnah dari Khalifah Umar bin Khattab tersebut, maka :
Menurut madzhab Hanafi, Syafii dan Hambali, jumlah salat tarawih adalah 20 rakaat selain salat witir.
Menurut
madzhab Maliki, jumlah salat tarawih adalah 36 (tigapuluh enam) rakaat,
karena mengikuti sunnah dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Adapun orang yang
melakukan salat tarawih 8 (delapan) rakaat dengan witir 3 (tiga) rakaat,
adalah mengikuti hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah yang
berbunyi sebagai berikut:
َما
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَزِيْدُ فِى
رَمَضَــــانَ وَلاَ فِى غَــيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشَرَةَ رََكْعَةً ،
يُصَلِّى اَرْبَعًا فَلاَ تَسْـاَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ
يُصَلِّى اَرْبَعًا فَلاَ تَسْــاَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ
يُصَــلِّى ثَلاَثًا، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ اَنْ
تُوْتِرَ ؟ فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامُ وَلاَ
يَــنَامُ قَلْبِى. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
“Tiadalah
Rasulullah saw. menambah pada bulan Ramadlan dan tidak pula pada bulan
lainnya atas sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat dan jangan Anda
bertanya tentang kebagusan dan panjangnya. Kemudian beliau salat empat
rakaat dan jangan Anda bertanya tentang kebagusan dan panjangnya.
Kemudian beliau salat tiga rakaat. Kemudian aku (Aisyah) bertanya,
“Wahai Rasulullah, adakah Tuan tidur sebelum salat witir?” Beliau
bersabda, “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, sedang hatiku
tidak tidur.”
Syekh Muhammad bin
‘Allan dalam kitab “Dalilul Falihin” jilid III halaman 659 menerangkan
bahwa hadits di atas adalah hadits tentang salat witir, karena salat
witir itu paling banyak hanya sebelas rakaat, tidak boleh lebih. Hal itu
terlihat dari ucapan Aisyah bahwa Nabi saw. tidak menambah salat, baik
pada bulan Ramadlan atau lainnya melebihi sebelas rakaat. Sedangkan
salat tarawih atau “qiyamu Ramadlan” hanya ada pada bulan Ramadlan saja.
Ucapan Aisyah
“beliau salat empat rakaat dan Anda jangan bertanya tentang kebagusan
dan panjangnya”, tidaklah berarti bahwa beliau melakukan salat empat
rakaat dengan satu kali salam. Sebab dalam hadits yang disepakati
kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ra. Nabi bersabda:
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَاَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ .
“Salat malam itu (dilakukan) dua rakaat dua rakaat, dan jika kamu khawatir akan subuh, salatlah witir satu rakaat”.
Dalam hadits lain yang disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim, Ibnu Umar juga berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى وَ يُوْتِرُ بِرَكْعَةٍ
“Adalah Nabi saw. melakukan salat dari waktu malam dua rakaat dua rakaat, dan melakukan witir dengan satu rakaat”.
Pada masa Rasulullah
saw. dan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, salat tarawih
dilaksanakan pada waktu tengah malam, namanya bukan salat tarawih,
melainkan “qiyamu Ramadlan” (salat pada malam bulan Ramadlan). Nama
“tarawih” diambil dari arti “istirahat” yang dilakukan setelah melakukan
salat empat rakaat. Disamping itu perlu diketahui, bahwa pelaksanaan
salat tarawih di Masjid al-Haram, Makkah adalah 20 rakaat dengan dua
rakaat satu salam.
Almarhum K.H. Ali
Ma’sum Krapyak, Yogyakarta dalam bukunya berjudul “Hujjatu Ahlis Sunnah
Wal Jamaah” halaman 24 dan 40 menerangkan tentang “Salat Tarawih” yang
artinya kurang lebih sebagai berikut:
Salat
tarawih, meskipun dalam hal ini terdapat perbedaan, sepatutnya tidak
boleh ada saling mengingkari terhadap kepentingannya. Salat tarawih
menurut kami, orang-orang yang bermadzhab Syafii, bahkan dalam madzhab
Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah 20 rakaat. Salat tarawih hukumnya adalah
sunnah muakkad bagi setiap laki-laki dan wanita, menurut madzhab Hanafi,
Syafii, Hambali, dan Maliki.
Menurut
madzhab Syafii dan Hambali, salat tarawih disunnahkan untuk dilakukan
secaran berjamaah. Madzhab Maliki berpendapat bahwa berjamaah dalam
salat tarawih hukumnya mandub (derajatnya di bawah sunnah), sedang
madzhab Hanafi berpendapat bahwa berjamaah dalam salat tarawih hukumnya
sunnah kifayah bagi penduduk kampung. Dengan demikian apabila ada
sebagian dari penduduk kampung tersebut telah melaksanakan dengan
berjamaah, maka lainnya gugur dari tuntutan.
Para
imam madzhab telah menetapkan kesunnahan salat tarawih berdasarkan
perbuatan Nabi Muhammad saw. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan
hadits sebagai berikut:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى الهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ
لَيَالِيَ مِنْ رَمَضَانَ وَهِيَ ثَلاَثٌ مُتَفَرِّقَةٌ لَيْلَةُ
الثَّالِثِ وَالْخَامِسِ وَالسّابِعِ وَالْعِشْرِيْنَ وَصَلَّى فِى
الْمَسْجِدِ وَصَلَّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيْهَا، وَكَانَ يُصَلِّى
بِهِمْ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ أَيْ بِأَرْبَعِ تَسْلِيْمَاتٍ كَمَا سَيَأْتِى
وَيُكَمِّلُوْنَ بَاقِيَهَا فِى بُيُوْتِــــهِمْ أَيْ حَتَّى تَتِــــمَّ
عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لِمَا يَأْتِى، فَكَانَ يُسْمَعُ لَهُمْ أَزِيْزٌ
كَأَزِيْزِ النَّحْلِ .
“Nabi saw. keluar
pada waktu tengah malam pada bulan Ramadlan, yaitu pada tiga malam yang
terpisah: malam tanggal 23, 25, dan 27. Beliau salat di masjid dan
orang-orang salat seperti salat beliau di masjid. Beliau salat dengan
mereka delapan rakaat, artinya dengan empat kali salam sebagaimana
keterangan mendatang, dan mereka menyempurnakan salat tersebut di
rumah-rumah mereka, artinya sehingga salat tersebut sempurna 20 rakaat
menurut keterangan mendatang. Dari mereka itu terdengar suara seperti
suara lebah”.
Dari hadits ini
jelaslah bahwa Nabi Muhammad saw. telah mensunnahkan salat tarawih dan
berjamaah. Akan tetapi beliau tidak melakukan salat dengan para sahabat
sebanyak 20 rakaat sebagaimana amalan yang berlaku sejak zaman sahabat
dan orang-orang sesudah mereka sampai sekarang.
Telah diriwayatkan
dari Sayyidah Aisyah ra. bahwa Nabi Muhammad saw. keluar sesudah tengah
malam pada bulan Ramadlan dan beliau melakukan salat di masjid. Para
sahabat lalu melakukan salat dengan beliau. Pada pagi harinya para
sahabat memperbincangkan salat mereka dengan Rasulullah saw., sehingga
pada malam kedua orang bertambah banyak. Kemudian Nabi saw. melakukan
salat dan orang-orang melakukan salat dengan beliau. Pada malam ketiga
tatkala orang-orang bertambah banyak sehingga masjid tidak mampu
menampung para jamaah, Rasulullah saw. tidak keluar untuk jamaah, hingga
beliau keluar untuk melakukan salat subuh. Setelah salat subuh, beliau
menemui para jamaah dan bersabda, “Sesungguhnya tidaklah dikhawatirkan
atas kepentingan kalian tadi malam; akan tetapi aku takut apabila salat
malam itu diwajibkan atas kamu sekalian, sehingga kalian tidak mampu
melaksanakannya!”.
Setelah Rasulullah
saw. wafat keadaan berjalan demikian sampai pada zaman kekhalifahan Abu
Bakar dan permulaan kekhalifahan Umar bin Khattab ra. Pada masa Khalifah
Umar bin Khattab ra. beliau mengumpulkan orang-orang laki-laki untuk
berjamaah salat tarawih dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab dan
orang-orang perempuan berjamaah dengan diimami oleh Usman bin Khatsamah.
Oleh karena itu Khalifah Usman bin Affan berkata pada masa pemerintahan
beliau, “Semoga Allah menerangi kubur Umar sebagaimana Umar telah
menerangi masjid-masjid kita”. Yang dikehendaki oleh hadits ini adalah
bahwa Nabi saw. keluar dalam dua malam saja.
Menurut pendapat
yang masyhur adalah bahwa Rasulullah saw. keluar pada para sahabat untuk
melakukan salat tarawih bersama mereka tiga malam yaitu tanggal 23, 25,
dan 27, dan beliau tidak keluar pada malam 29. Sesungguhnya Rasulullah
saw tidak keluar tiga malam berturut-turut adalah karena kasihan kepada
para sahabat. Beliau salat bersama para sahabat delapan rakaat; tetapi
beliau menyempurnakan salat 20 rakaat di rumah beliau dan para sahabat
menyempurnakan salat di rumah mereka 20 rakaat, dengan bukti bahwa dari
mereka itu didengar suara seperti suara lebah. Nabi saw. tidak
menyempurnakan bersama para sahabat 20 rakaat di masjid adalah karena
kasihan kepada mereka.
Dari hadits ini
menjadi jelas, bahwa jumlah salat tarawih yang mereka lakukan tidak
terbatas hanya delapan rakaat, dengan bukti bahwa mereka
menyempurnakannya di rumah-rumah mereka. Sedangkan pekerjaan Khalifah
Umar ra. telah menjelaskan bahwa jumlah rakaatnya adalah 20, pada saat
Umar ra. mengumpulkan orang-orang di masjid dan para sahabat
menyetujuinya tak seorangpun dari para Khulafa’ur Rasyidun yang berbeda
dengan Umar. Mereka terus menerus melakukan salat tarawih secara
berjamaah sebanyak 20 rakaat. Dalam hal ini Nabi Muhammad saw. telah
bersabda:
عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ
عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ. رَوَاهُ أَبُوْدَاوُدَ
“Wajib
atas kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah dari al-Khulafa
ar-Rasyidun yang telah mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah
tersebut dengan gigi geraham (berpegang teguhlah kamu sekalian pada
sunnah-sunnah tersebut. (HR Abu Dawud)
Nabi Muhammad saw. juga bersabda sebagai berikut:
اِقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ
“Ikutlah kamu sekalian dengan kedua orang ini sesudah aku mangkat, yaitu Abu Bakar dan Umar”. HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
Telah diriwayatkan
bahwa Umar bin Khattab telah memerintahkan Ubay dan Tamim ad-Daari
melakukan salat tarawih bersama orang-orang sebanyak 20 rakaat. Imam
al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan isnad yang sahih, bahwa mereka
melakukan salat tarawih pada masa pemerintahan Umar bin Khattab 20
rakaat, dan menurut satu riwayat 23 rakaat. Pada masa pemerintahan Usman
bin Affan juga seperti itu, sehingga menjadi ijmak. Dalam satu riwayat,
Ali bin Abi Talib ra. mengimami dengan 20 rakaat dan salat witir dengan
tiga rakaat.
Imam Abu Hanifah
telah ditanya tentang apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin
Khattab ra. Beliau menjelaskan, “Salat tarawih adalah sunnah muakkadah.
Umar ra. tidak menentukan bilangan 20 rakaat tersebut dari kehendaknya
sendiri. Dalam hal ini beliau bukanlah orang yang berbuat bid’ah. Beliau
tidak memerintahkan salat 20 rakaat, kecuali berasal dari sumber
pokoknya yaitu dari Rasulullah saw.”
Khalifah Umar bin
Khattab ra. telah membuat sunnah dalam hal salat tarawih ini dan telah
mengumpulkan orang-orang dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab, sehingga
Ubay bin Ka’ab melakukan salat tarawih secara berjamaah, sedangkan para
sahabat mengikutinya. Di antara para sahabat yang mengikuti pada waktu
itu terdapat Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, ‘Abbas
dan puteranya, Thalhah, az-Zubayr, Mu’adz, Ubay dan para sahabat
Muhajirin dan sahabat Ansor lainnya ra. Pada waktu itu tak seorangpun
dari para sahabat yang menolak atau menentangnya, bahkan mereka membantu
dan menyetujuinya serta memerintahkan hal tersebut. Dalam hal ini Nabi
Muhammad saw. bersabda:
أَصْحَابِى كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمُ اقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ
“Para
sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang di langit. Dengan siapa saja
dari mereka kamu ikuti, maka kamu akan mendapatkan petunjuk”.
Memang, pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ra. yang pada waktu itu beliau
mengikuti orang Madinah, bilangan salat tarawih ditambah dan dijadikan
36 rakaat. Akan tetapi tambahan tersebut dimaksudkan untuk menyamakan
keutamaan dengan penduduk Makkah; karena penduduk Makkah melakukan
thawaf di Baitullah satu kali sesudah salat empat rakaat dengan dua kali
salam. Maka Umar bin Abdul Aziz ra. yang pada waktu itu mengimami para
jamaah berpendapat untuk melakukan salat empat rakaat dengan dua kali
salam sebagai ganti dari thawaf.
Ini adalah dalil
dari kebenaran ijtihad dari para ulama dalam menambahi ibadah yang telah
disyariatkan. Sama sekali tidak perlu diragukan bahwa setiap orang
diperbolehkan untuk melakukan salat sunnah semampu mungkin pada waktu
malam atau siang hari, kecuali pada waktu-waktu yang dilarang untuk
melakukan salat.
Pengarang kitab
“Al-Fiqhu ‘Ala al-Madzahib al-Arbaah” menyatakan bahwa salat tarawih
adalah 20 rakaat menurut semua imam madzhab kecuali witir.
Dalam kitab “Mizan”
karangan Imam asy-Sya’rani halaman 148 dinyatakan bahwa termasuk
pendapat Imam Abu Hanifah, asy-Syafii, dan Ahmad, salat tarawih adalah
20 rakaat. Imam asy-Syafii berkata, “20 rakaat bagi mereka adalah lebih
saya sukai!”. Sesungguhnya salat tarawih secara berjamaah adalah lebih
utama. Imam Malik dalam salah satu riwayat menyatakan bahwa salat
tarawih adalah 36 rakaat.
Dalam kitab “Bidayah
al-Mujtahid” karangan Imam Qurthubi juz I halaman 21 diterangkan bahwa
salat tarawih yang Umar bin Khattab mengumpulkan orang-orang untuk
melakukannya secara berjamaah adalah disukai; dan mereka berbeda
pendapat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan orang-orang pada bulan
Ramadlan. Imam Malik dalam salah satu dari kedua pendapat beliau, Imam
Abu Hanifah, Imam as-Syafii, dan Imam Ahmad bin Hambal memilih 20 rakaat
selain salat witir.
Pada pokoknya Imam
Madzhab Empat tersebut memilih bahwa salat tarawih adalah 20 rakaat
selain salat witir. Sedangkan orang yang berpendapat bahwa salat tarawih
adalah 8 (delapan) rakaat adalah menyalahi dan menentang terhadap apa
yang telah mereka pilih. Sebaiknya pendapat orang ini dibuang dan tidak
usah diperhatikan, karena tidak termasuk golongan Ahlus Sunnah Wal
Jamaah, yaitu golongan yang selamat, yang mengikuti sunnah Rasulullah
saw. dan para sahabat beliau.
Akan tetapi ada yang
berpendapat bahwa salat tarawih delapan rakaat adalah berdasarkan
hadits Aisyah ra. sebagaimana disebutkan di muka.
Hadits tersebut
tidak sah untuk dijadikan dasar salat tarawih, karena maudlu’ dari
hadits tersebut yang nampak jelas adalah salat witir. Sebagaimana kita
ketahui, salat witir itu paling sedikit adalah satu rakaat dan paling
banyak adalah sebelas rakaat. Rasulullah saw. pada waktu sesudah tidur
melakukan salat empat rakaat dengan dua salam tanpa disela, lalu
melakukan salat empat rakaat dengan dua salam tanpa disela, kemudian
melakukan salat tiga rakaat dengan dua salam juga tanpa disela. Hal ini
menunjukkan bahwa hadits Aisyah ra. adalah salat witir:
Ucapan
Aisyah, “Apakah Engkau tidur sebelum engkau melakukan witir?”
Sesungguhnya salat tarawih itu dikerjakan sesudah salat isyak dan
sebelum tidur.
Sementara itu salat tarawih tidak didapati pada selain bulan Ramadlan.
Dengan demikian
tidak ada dalil yang menentang kebenaran salat tarawih 20 rakaat. Imam
al-Qasthalani dalam kitab “Irsyad as-Sari” syarah dari Sahih Bukhari
berkata, “Apa yang sudah diketahui, yaitu yang dipakai oleh “jumhur
ulama” adalah bahwa bilangan/ jumlah rakaat salat tarawih 20 rakaat
dengan sepuluh kali salam, sama dengan lima kali tarawih yang setiap
tarawih empat rakaat dengan dua kali salam selain witir, yaitu tiga
rakaat.
Dalam Sunan
al-Baihaqiy dengan isnad yang sahih sebagaimana ucapan Zainuddin
al-Iraqi dalam kitab “Syarah Taqrib”, dari as-Sa’ib bin Yazid ra.
katanya, “Mereka (para sahabat) melakukan salat pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Khattab ra. pada bulan Ramadlan dengan 20 rakaat.
Imam Malik dalam
kitab “Al-Muwaththa” meriwayatkan dari Yazid bin Rauman katanya,
“Orang-orang pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ra. melakukan salat
dengan 23 rakaat. Imam al-Baihaqi telah mengumpulkan kedua riwayat
tersebut dengan menyebutkan bahwa mereka melakukan witir tiga rakaat.
Para ulama telah menghitung apa yang terjadi pada zaman Umar bin Khattab
sebagai ijmak.
Perlu kita ketahui
bahwa salat tarawih adalah dua rakaat satu salam, menurut madzhab Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. Dalam hal ini madzhab Syafii berpendapat bahwa wajib
dari setiap dua rakaat; sehingga jika seseorang melakukan salat tarawih
20 rakaat dengan satu salam, maka hukumnya tidak sah”.
Madzhab Hanafi,
Maliki, dan Hambali berpendapat bawa disunnahkan melakukan salam pada
akhir setiap dua rakaat. Jika ada orang yang melakukan salat tarawih 20
rakaat dengan satu salam, dan dia duduk pada permulaan setiap dua
rakaat, maka hukumnya sah tetapi makruh. Jika tidak duduk pada permulaan
setiap dua rakaat maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat dari para
imam madzhab”.
Adapun madzhab
Syafii berpendapat bahwa wajib melakukan salam pada setiap dua rakaat.
Jika orang melakukan salat tarawih 20 rakaat dengan satu salam, hukumnya
tidak sah; baik dia duduk atau tidak pada permulaan setiap dua rakaat.
Jadi menurut para ulama Syafiiyyah, salat tarawih harus dilakukan dua
rakaat dua rakaat dan salam pada permulaan setiap dua rakaat.
Adapun ulama madzhab
Hanafi berpendapat bahwa jika seseorang melakukan salat empat rakaat
dengan satu salam, maka empat rakaat tersebut adalah sebagai ganti dari
dua rakaat menurut kesepakatan mereka. Jika seseorang melakukan salat
lebih dari empat rakaat dengan satu salam, maka keabsahannya
diperselisihkan. Ada yang berpendapat sebagai ganti dari rakaat yang
genap dari salat tarawih, dan ada yang berpendapat tidak sah”.
Para ulama dari
madzhab Hambali berpendapat bahwa salat seperti tersebut sah tetapi
makruh dan dihitung 20 rakaat. Sedangkan para ulama madzhab Maliki
berpendapat bahwa salat yang demikian itu sah dan dihitung 20 rakaat.
Orang yang melakukan salat demikian adalah orang yang meninggalkan
kesunnahan tasyahhud dan kesunnahan salam pada setiap dua rakaat; dan
yang demikian itu adalah makruh”.
Rasulullah saw. bersabda:
صَلاَةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى
رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوْتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
عَنْ عَبْدِ اللّهِ ابْنِ عُمَرَ .
“Salat malam itu
dilakukan dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kamu sekalian
khawatir akan subuh, maka dia salat satu rakaat yang menjadi witir
baginya dari salat yang telah dilakukan”.
Hal yang menunjukkan
bahwa bilangan salat tarawih 20 rakaat selain dari dalil-dalil tersebut
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Humaid dan at-Thabrani dari
jalan Abu Syaibah bin Usman dari al-Hakam dari Muqassim dari Ibnu Abbas
ra. bahwa Rasulullah saw. telah melakukan salat pada bulan Ramadlan 20
rakaat dan witir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar