MAJLIES eL _ ILMIE

MAJLIES   eL _ ILMIE

Sabtu, 20 Juli 2013

DIMANAKAH WANITA SHOLEHAH?

mar'tussholichah Keberadaan mar'atush sholihah atau wanita salehah dapat diibaratkan laksana permata yang paling baik mutunya di sisi manusia. Selain sedikit jumlahnya, permata tersebut juga sangat mahal harganya. Karenanya, kita tidak akan mendapatkan permata2 yang demikian ada di sembarang tempat. Hanya orang2 tertentu yang memilikinya dan hanya orang2 tententu saja yang diperkenankan untuk melihat atau mengenakannya. Pada kenyataannya, permata yang demikian lebih sering disimpan daripada dipamerkan. Sebagaimana permata tadi, wanita salehah lebih banyak dimiliki oleh orang2 yang telah mengusahakannya. Selebihnya adalah karunia Allah (swt) kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Wanita salehah bukanlah produk instan. Wanita salehah adalah hasil tempaan yang berterusan sejak dari buaian orangtuanya hingga kepada perlakuan suaminya. Derajat kesalehannya tidak dinilai dari pendidikannya, penampilannya, aktivitas sosialnya atau hal2 yang seumpama dengan itu di mata masyarakat, tetapi lebih dinilai dari tingkat keridhoan suaminya.

Orang Jawa menyebut 'wanita' untuk mengungkapkan penghargaan mereka kepada istri (atau calon istri) salehah. Wanita adalah orang yang 'wani ditata' atau berani diatur oleh orang lain (suaminya). Akan tetapi tidak seorangpun yang rela ditata oleh orang lain selain mereka yang memiliki sifat rendah hati, pasrah dan taat. Oleh karena itu, siapa saja dari kalangan perempuan yang memiliki sifat tersebut dan jauh dari sifat pengatur dan pembangkang, maka dia layak disebut 'wanita'. Dan apabila ketaatan wanita tersebut ada dalam batasan2 syariat agama, maka sebutan yang paling baik baginya adalah wanita salehah. Dengan cara fikir seperti ini, kita akan dapat memahami bahwa wanita salehah tidak ada kaitannya dengan madzhab, fikrah atau harakah tertentu. Dan dengan batasan seperti ini pula, kita akan mengetahui bahwa wanita salehah adalah istri yang rendah hati, pasrah dan taat kepada suaminya, setara dengan ketaatan suaminya kepada Allah dan rasul-Nya, tidak peduli dari madzhab, fikrah atau harakah apapun suaminya berasal.

Wallohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar