MAJLIES eL _ ILMIE

MAJLIES   eL _ ILMIE

Kamis, 11 Juli 2013

BIOGRAFI IMAM GHOZALI

**Imam Ghazzali lahir pada 450 H (1058 M) di desa Taberan distrik Thus, Persia, dan bernama Abu Hamid Muhammad. Gelarnya adalah "Hujjatul Islam" dan gelar wangsanya adalah Ghazzali. Nama ayahnya kurang begitu dikenal namun kakeknya adalah orang terpandang pada masanya. Ayahnya meninggal pada usia muda sehingga meninggalkan dia dalam asuhan ibu dan kakeknya. Ghazzali disebut-sebut sebagai nama sebuah desa di distrik Thus, Provinsi Khurasan, Persia.

Menurut Maulana Syibli Nu'mani, Ieluhur Abu Hamid Muhammad mempunyai usaha pertenunan (ghazzal) dan, karena itu, dia melestarikan gelar keluarganya "Ghazzali" (Penenun).

**Pendidikannya.
Pada saat ayah Ghazzali meninggal dengan wasiat,“Sungguh aku sangat menyesal karena tak berkesempatan belajar khat (menulis halus). Aku berkeinginan, agar anakku kelak dapat menutup penyesalanku yang mendalam ini.”, dipercayakaniah pendidikan kedua anak laki-lakinya, Muhammad dan Ahmad, kepada salah seorang kawan kepercayaannya, yaitu Ahmad bin Muhammad Ar Razakani. Dia memberikan kepada keduanya pendidikan dasar lalu mengirimkan ke Maktab swasta. Kedua anak itu mampu menghafal al-Quran dalam waktu singkat. Setelah itu, mereka mulai belajar bahasa Arab.

Mereka kemudian dimasukkan ke sebuah Madrasah bebas [independen]. Setelah beberapa waktu, Ghazzali meninggalkan desa kelahiran untuk menempuh pendidikan tinggi di Zarzan dan belajar di bawah bimbingan seorang ulama besar, Imam Abu Nashr Ismail. Ghazzali senantiasa mencatat perkuliahannya, tetapi dalam suatu perjalanan catatannya bersama barang-barang lainnya dirampok orang. Memberanikan diri, dia pergi ke kepala perampok untuk meminta agar mereka mengembalikan catatan kuliah [yang] bukan barang-barang miliknya. Catatan itu dikembalikan karena permohonannya yang penuh harap tersebut.

Kemudian dia masuk Madrasah Nizamiyah di Nishapur yang waktu itu adalah pusat pendidikan yang terpandang dan dipimpin oleh ulama tersohor bernama Imam Haramain, yang memiliki 400 orang murid. Tiga di antara sekitar 400 orang itu kemudian menjadi ulama terkenal, Harrasi, Ahmad bin Muhammad dan Ghazzali. Waktu gurunya wafat, Ghazzali demikian sedih sehingga meninggalkan Nishapur dan pergi ke Baghdad, ibukota kekhalifahan. Saat itu dia berumur 28 tahun.

Di Baghdad, dia diangkat menjadi Rektor Madra¬sah Nizamiyah oleh Nizamul Mulk, wazir kepala sang penguasa Turki Malik Shah. Diangkat pada usia muda untuk jabatan yang begitu tinggi, kemasyhurannya sebagai ulama besar menyebar luas dan jauh. Banyak penguasa dan kepala suku datang kepada Imam Ghazzali untuk mendapatkan fatwa dalam perkara teologi dan soal mengurus negara.

.........................................
**PERKULIAHAN IMAM GHAZZALI.
.........................................

Ratusan ulama, pejabat kekhalifahan, dan bangsawan yang berkuasa rnenghadiri perkuliahan Imam Ghazzali yang disam¬paikan dengan penuh pemikiran, argumen dan alasan. Kebanyakan bahan perkuliahan kemudian dicatat oleh Sayyid bin Fariz dan Ibn Lubban. Keduanya mencatat kira-kira 183 bahan perkuliahan yang lalu dikumpulkan dalam satu kitab bernama Majlis Ghazzaliyah.

Pikiran Imam besar ini kemudian berpaling kepada usaha untuk meraih ketinggian spiritual. Keadaan dan alasan yang menuntun pikirannya berpaling kepada usaha tersebut ditulis dalam bukunya Munqidz min al-Dhalal (Lepas dari Kesesatan). Dia adalah pengikut Imam Syafi'i dalam usia mudanya tetapi di Baghdad dia bergaul dengan banyak orang dari berbagai mazhab fiqh, pemikiran, dan gagasan: Syi'i, Sunni, Zindiqi, Majusi, teolog skolastik, Kristen, Yahudi, ateis, penyembah api dan penyembah berhala. Selain itu, di Baghdad terdapat pula kaum deis, materialis, naturalis, dan filosof.

Mereka sering bertemu dalam adu argumentasi dan berdebat. Ini demikian berpengaruh pada pikiran Imam sehingga seluruh kehidupannya berubah total dan dia mulai mencari kebenaran dengan penalaran yang bebas. Gagasan lamanya surut dan dia mulai hidup dalam keraguan dan kegelisahan. Kemudian ia cenderung pada Sufisme. Namun, di sini, amalan-amalan praktis lebih disyaratkan daripada semata-mata percaya. Diilhami oleh gagasan tersebut, ia meninggalkan kedudukan terpandangnya di Baghdad, mengenakan pakaian Sufi dan menyelinap meninggalkan Baghdad di suatu malam pada 488 H. Ia pergi ke Damaskus lalu mengasingkan diri dalam sebuah kamar mesjid dan dengan penuh kesungguhan melakukan ibadah, tafakur dan zikir. Di sini ia menghabiskan waktu selama dua tahun dalam kesendirian dan kesunyian.
................................
Pada umur 27 tahun, ia ditahbis oleh Pir Abu 'Ali Farnadi yang juga guru spiritual wazir Nizamul Mulk. Setelah dua tahun, dia pergike Yerusalem dan berziarah ke tempat kelahiran (orang menyebutnya)Yesus (Nabi 'Isa As) dan pada 499 H ia berziarah ke tempat suci Nabi Ibrahim As dan di sana dia memancangkan tiga sumpah

(1) tidak akan pernah pergi ke Darbarseorang penguasa,
(2) tidak akan pernah menerima pemberian mereka, dan
(3) tidak akan melibatkan diri dalam suatu perdebatan agama.

Ia memegang sumpah itu hingga meninggalnya. Selanjutnyadia pergi ke Makkah untuk naik haji di samping mengunjungi Madinah. dan tinggal di "Kota Nabi" ini cukup lama. Ketika pulang, ia diminta oleh penguasa untuk menerima kedudukan sehagai Rektor Madrasah Nizamiyah, dan ia menerima. Sewaktu penguasa itu dibunuh, Ghazzali melepaskan jabatan. tersebut lalu pergi ke Thus lalu mengucilkan diri. di sebuah khankah. Penguasa yang baru menawarkan kepada Imam agar bersedia menduduki kembali jabatan Rektor, namun ia menolaknya.

Dia wafat di desa asalnya, Taberan, pada 14 jumadil Akhir 505 H bertepatan dengan tanggal 19 Desember 1111 M. Ibn Jauzi menceritakan kisah kematiannya. Ia berkata, "Pada Senin dini hari menjelang shubuh dia bangkit dari tempat tidurnya, menunaikan shalat shubuh dan kemudian menyuruh seorang pria untuk membawakan kain kafan kepadanya. Setelah kain itu diberikan, ia mengangkatnya hingga ke mata lalu berkata, 'Perintah Tuhan dititahkan untuk ditaati.' Ketika mengatakan demikian ia menyelonjorkan kaki dan sesaat kemudian ia bernapas untuk terakhir kalinya. Sang Imam tidak meninggalkan anak laki-Iaki, hanya anak. perempuan. "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar