Dalam bahasa tasawuf/sufi hakikat
muhammad berhubungan dengan roh al quddus dengan roh al-muhammadiyah. dibawah
ini penulis kemukakan analis hal tsb dalam perspektif wali agung Syeikh Abdul
Qodir al-Jaelani dan juga dalam perspektif wali di tanah jawa , yang sebagian
perjalanan pemahaman tentang tasawufnya banyak di pengaruhi oleh wali agung
Syeikh al-Jaelani.
Anda mungkin pernah bertanya-tanya
mengapa wajah rasulullah tidak bisa atau tidak boleh di gambarkan? .. alasan
yang muncul kadang karena pada saat itu belum ada fotografi sehingga gambarnya
tidak mungkin tepat, kalau hanya itu alasannya, kurang tepat bagi saya, karena
pasa masa nabi-nabi yang lain juga belum ada tekhnik foto, dan tidak
dipermasalahkan gambar-gambar para nabi dan wali yang ada.
Kalau kita melihat banyak kitab dan buku
yang ada, pengambaran Allah dan Nabi Muhammad diilustrasikan dengan dengan
cahaya yang terang benderang. inspirasi dari ilustrasi cahaya tsb sebenarnya
berasal dari QS:Al-Nur:35 tentang nur illahi. Sementara Muhammad adalah
personalisasi di dunia nur tsb, maka dalam hal sosok Muhammad yang harus di
perhatikan bukan person historisnya ,akan tetapi essensinya dalam bentuk
substansi nur muhammad, cahaya pilihan dalam bentuk manusia yang terpuji
(Sempurna), karena justru dengan nur muhammad itulah, maka person historis Nabi
Muhammad bermakrifat secara musyahadah dan dengan mata telanjang(Ibn Arabi:26)
dan dengan cahaya makrifat Nabi Muhammad maka seluruh makhluk dapat mengenali,
dan melalui keutamaannya mengungguli seluruh makhluk, mereka memberi pengakuan.
Jelas menurut Syeikh al-Jaelani, Nur Muhammad ciptaan pertama dan utama
Allah,yang di cipta dari nur Allah (esensi) sendiri, atau memang cahaya khusus
yang di karuniakan Allah sendiri, untuk merujuk pada keutamaan dan kemuliaanya
sebagai prototipe al-insan al-kamil(al-jaelani:121).
Dalam kaitan bahwa Nabi Muhammad
Hakikatnya bukan sosok historisnya yang harus di rujuk, maka asma’ Muhammad
bukanlah nama asal dari rasulullah yang agung ini. Muhammad adalah nama
dunianya, di mana nama aslinya sejak kecil adalah “Ahmad”, sosok yang penuh
dengan keterpujian, sementara secara sepiritualnya, dan dalam posisinya
terhadap Allah, Rasulullah mengemukakan dirinya sendiri bahwa: Ana Ahmadun
bi-la mim”. Artinya pada dirinya tidak lain penyandang nama “Ahad” dia adalah
pengejawentahan dari Yang Esa. Inilah yang juga di sebut Roh Al- Quds, roh suci
untuk meneruskan penzahiran yang paling sempurna dalam peringkat alam
lahut(Al-jaelani:27) dalam hal ini para wali kuno tanah jawa memberikan penjelasan
secara tepat sbb:
‘…. Muhammad itu pada hakikatnya Nur
Allah, yang dalam bentuk lahir ialah muhammad “… persis ungkapan Al Ghazali:
bahwa Muhammad yang seorang nabi/rasul dengan Muhammad yang seorang arab mesti
kita harus bisa membedakan walaupun memang kenyataanya Nabi Muhammad lahir di
jazirah arab.
Di sinilah rahasia dari menyatunya
syahadat rasul ke dalam syahadat tauhid, dan inilah jawaban mengapa sejak Nabi
Adam AS menghuni surga, digerbangnya sudah terdapat tulisan syahadat rasul ini.
Ya Nur Muhammada selalu menyertai roh dari semua jiwa yang akan dan pernah ada
di alam semesta ini. Ini pula kunci rahasia mengapa para nabi yang pernah ada
memohon kepada Allah agar di jadikan sebagai umat Nabi Muhammad saw.(Al-jaelani
:121).
Nur muhammad dalam perspektih Syaikh
Abdul Qodir Al-Jaelani di sebut dengan sebutan Roh Muhammad, yang diciptakan
dari cahaya ketuhanan (nurun ala nurin) nur Muhammad merupakan realitas ghaib
yang menjadi inti segala penciptaan. Oleh karenanya kadang ia disebut Nur, Roh,
Qalam (tercipta dari perkataan kun). Ia merupakan realitas yang memiliki banyak
nama menurut fungsi dan dari mana sudut mana kita memandang (al-jaelani:7).
Maka realitas batin
seperti inilah yang diberikan kepada orang-orang sufi sebagai Hakikat
Al-Muhammadiyah. Jika disebut dengan nur tau cahaya karena ia memang bebas dan
bersih dari segala kegelapan, karena adanya cahaya tsb. Realitas dalam
fungsinya di dunia tampak pada gelarnya sebagai ‘Aql al-kull(Akal semesta)
karena pengetahuanya tentang segala sesuatu. Ia mendapat gelar Qalam, karena
dari pengetahuannya dalam akal semesta ia menyebarkan ilmu dan hikmah dan
menzahirkan ilmu dalam bentuk huruf dan perkataan, ia disebut roh karena
menjadi esensi kehidupan, dan memunculkan yang hidup.
Maka menurut Al-Jaelani, Muhammad adalah
nama insan dalam alam gaib, di mana roh berkumpul, yang menjadi sumber dan asal
segala sesuatu. Di sinilah letak dari logika bahwa Allah menciptakan alam,
karena akan menciptakan person dari muhammad utk keperluan alam ini. Dari
kelahiran Nur Muhammad inilah diikuti oleh penciptaan makhluk-makhluk yang lain
serta Arsy-nya.
Dalam pengejawentahannya, menurut al
Jaelani dan para tokoh sufi lainya, Allah kemudian menurunkan nur dari tempat
kejadiannya, yaitu alam lahut ke alam asma’ Allah, yaitu alam penciptaan
sifat-sifat Allah dan alam akal roh semesta. Kemudian di turunkan lagi ke alam
malaikat utk di pakaikan pakaian kemalaikatan. Lalu diturunkan lagi ke alam
ajsam yang terjadi unsur api, udara, air dan tanah, disitulah roh diberikan
jasmaniah beserta nafsu-nafsunya(al-jaelani:9).
Setelah roh mengalami badanisasi inilah
ia mulai mengalami kehilangan nur, dan lupa akan asal serta perjanjian azalinya
dengan Allah. Namun Allah juga tetap memberikannya bekal untuk kembali dalam
bentuk mata hati atau bashirah yang menjadi gerbang bagi gerak bebas roh al
-idhafi sebagai mursyid setiap jiwa. Hanya saja, basirah ini akan berfungsi
optimal kalau seseorang selalu berada dalam taqarrubnya kepada Allah.
Dengan bashirahnya inilah ia akan
sanggup menembus kabut alam ghaib, dan menyingkap segala hijab yang menjadi
penghalangnya untuk kembali kepada Allah. Orang sudah dapat memfungsikan
bashirahnya dan mendayagunakan Roh Al-Muhammad-nya sebagai pusat perjalanan
sepiritualnya. maka ia akan bisa menembus semesta, karena letak nur muhammad
itu sendiri berada di langit tujuh berada dalam arsy-nya yang menyatu dan
menyanding dengan Allah itu sendiri. Ia akan dapat kembali terserap dalam
kesatuan nur essensial, sehingga ia dapat melihat apa yang belum pernah dilihat,
dan mengatasi semua penglihatan dan benda yang dapat dilihat..
Menurut Al-Jaelani, hal yang di perlukan
orang awam utk membuka bashirahnya adalah dengan mencari orang yang bashirohnya
sudah terbuka dan sudah di daya gunakan secara optimal. Hanya melalui orang
yang sudah mata hatinya sudah di fungsikan secara semestinya, orang awam dapat
memasuki dunia sufisme, serta menunggu giliranya untuk terbukanya mata
bashirohnya kepada Allah, karena hanya dengan terbukanya pintu bashirohnya
inilah, maka ia dapat menjalani fungsi utamanya di ciptakan di dunia, yakni
untuk bermakrifatullah. Yang harus di ingat adalah bahwa bahwa posisi Roh
Al-Muhammadiyah ini hanya dapat bertahan dan berfungsi pada pribadi rasul,
nabi, auliya’ dan kekasih-kekasihnya. Maka tidak ada pilihan lain bagi diri
kita masing-masing untuk semaksimal mungkin agar dapat menjadi hamba dan
kekasih Allah.
Tentu sempat muncul pertanyaaan ,
mengapa roh suci ini di turunkan ke dunia yang fana’ ini ? Ia di hantarkan
ketempat yang paling terendah supaya ia dapat kembali ke asalnya yaitu berpadu
dan berdampingan dengan Allah saja atau “innal lillahi wa inna ilahi rajiun”.
seperti ketika ia berada dalam pakaian daging, darah, dan tulang itu. melalui
mata hati Yang ada di dalam wadag-nya, ia dapat selalu menanam, memelihara dan
memupuk benih kesatuan dan ke-esaan, serta berusaha menyuburkan rasa “berpadu”
dan berdampingan” dengan Allah. Demikian menurut Syaikh Abdul QodirAl-Jaelani
(al-jaelani:28). Inilah hakikat roh suci.
Adapun ganjaran bagi roh suci, menurut al-jaelani,
adalah melihat makhluk yang pertama dilahirkan. Ketika itu, ia akan dapat
melihat keindahan Allah. Kepadanya di perlihatkan rahasia illahiah. penglihatan
dan pendengaranya menjadi satu. tidak ada perbandingan, tidak ada persamaan,
dengan sesuatu apapun. Dilihatnya kesatuan Jalal (kegagahan, kemurkaan)dengan
sifat Jamal (keindahan, kecantikan) Allah. Sifat Jalal dan Jamal menjadi satu
dalam pandanganya (al-jaelani:27). Inilah kunci kearifan dirinya sebagai buah
makrifat dan hakikat yang telah disaksikan dan dialami oleh roh suci. Ia
mendapat karunia kebeningan dan kesucian batinya berupa shafa’ al-asror
(rahasia-rahasia suci). Dan pengalaman parawali inilah yang menjadikan
benar-benar hidup di sisi tuhannya, walaupun jasad kita kembali kepada zatnya
masing. Inilah kehidupan sejati yang perlu kita capai hidup penuh dengan
kesempurnaan di sisi illahi rabbi………………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar