MAJLIES eL _ ILMIE

MAJLIES   eL _ ILMIE

Jumat, 02 Agustus 2013

BATAS USIA MENAFKAHI ANAK


Bagi anak yg tdk memiliki hrta mka kewjban menafkahinya sampai ia menikah dan telah sampai batas usia yg lazimnya seseorg tlh mampu mencari nafkahnya sendiri, namun bila si anak msh dlm masa studi atau sdg sekolah, maka org tua ttap wjib menafkahinya sklipun ia sdh smpai usia tsb.

تجب نفقة الولد الصغير الذي لا مال له على أبيه، حتى تتزوج الفتاة، ويصل الفتى إلى السن الذي يتكسب فيه أمثاله، ما لم يكن طالب علم يواصل دراسته بنجاح معتاد

dlm qonun al-usroh batasan wajib menafkahi ank tdk memakai usia baligh, nmun memakai btas usia kemampuan mencari nafkah sendiri,shingga ktk ank sdh smpai btas usia tsb dn dsebut al-walad al-kabir mka org tua tdk wajib menfkahinya, kecuali si anak tdi tdk berdaya (sprt cacat dsb)


Al bajuri juz 2 hal 187
وأما المولودون وان سفلوا فتجب نفقتهم على الوالدين بثلاثة شرائط
 
أحدها الفقر والصغر فالغني الكبير لا تجب نفقته أوالفقر والزمانة فالقوي الكبير لا تجب نفقته او الفقر والجنون فالغني العاقل لا تجب نفقته

adapun anak tu wajib di beri nafakah orang tua...dengn 3 syarat
1.
أحدها الفقر والصغر فالغني الكبير لا تجب نفقته
===faqir dan masih kecil maka anak yg kaya yg sudah besar tdk wajib di nafkahi
2.
أوالفقر والزمانة فالقوي الكبير لا تجب نفقته
==fakir dan lumbu/tidak bisa bekerja/usaha..maka tdk wajib memberi nafkah pada anak yg kuat yg sudah besar....
3.
او الفقر والجنون فالغني العاقل لا تجب نفقته
>>> fakir dan gila...maka anak yg kaya yg punya akal tdk wajib di ber nafkah...




USIA BALIGH

"Ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka mencapai usia nikah, dan jika menurut perkiraan kalian mereka sudah cerdas, maka kembalikanlah harta mereka--yang selama ini dititipkan kepada kalian." (An Nisa: 6)

Ketika menjelaskan ayat ini, Imam Ibnu Katsir berkata, "Menurut Mujahid, telah sampai usia nikah, maksudnya telah bermimpi (keluar sperma saat tidur). Mayoritas ulama mengatakan, mencapai usia balig pada anak laki-laki ialah ketika dia bermimpi dalam tidurnya, sehingga keluar sperma. Atau telah mencapai usia 15 tahun, berdasarkan hadis dari Abdullah bin Umar Ra, bahwa dia berkata, 'Aku menghadap Nabi SAW dalam perang Uhud, ketika itu usiaku 14 tahun, lalu Nabi tidak mengizinkanku ikut perang. Kemudian aku menghadap beliau dalam perang Khandaq, ketika usiaku 15 tahun, lalu beliau membolehkan aku.'" (HR Bukhari-Muslim)

WAJIBNYA MENAFKAHI APABILA ANAKNYA MISKIN

Ibnu al-Mundzir berkata dalam Al-Mughni 8/171:

وأجمع كل من نحفظ عنه من أهل العلم، على أن على المرء نفقة أولاده الأطفال الذين لا مال لهم؛ ولأن ولد الإنسان بعضُه،ُ وهو بعضً والدهِ، فكما يجب عليه أن يُنفق على نفسه وأهله كذلك على بعضه وأصلِه
Arti kesimpulan: Ulama sepakat atas wajibnya menafkahi anak yang tidak memiliki harta.

TIDAK WAJIB MENAFKAHI APABILA ANAKNYA KAYA

Ulama sepakat bahwa apabila si anak mempunyai harta walaupun dia masih kecil, maka tidak wajib bagi si bapak untuk menafkahinya.

Akan tetapi, ulama berselisih pendapat tentang wajibnya ayah memberi nafkah pada anak yang sudah baligh dan mampu berusaha tapi miskin. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat tidak wajib memberi nafkah.

BATAS WAJIBNYA BAPAK MEMBERI NAFKAH PADA ANAK

Kewajiban membiayai anak bagi seorang ayah ada batasnya. Kewajiban itu gugur apabila anak mencapai usia dewasa. Dewasa menurut hukum Islam adalah sudah baligh (kira-kira 14 tahun). Sedang dewasa menurut ukuran negara dan KHI (kompilasi hukum Islam) adalah 21 tahun.

Kalau anaknya yang sudah dewasa itu miskin dan secara fisik sehat, sebagian besar ulama berpendapat tidak wajib memberi nafkah karena anak dianggap mampu untuk bekerja sendiri. Namun, ada sebagian ulama yang berpendapat sebaliknya yakni kewajiban menafkahi tetap pada bapak. Namun apabila anak yang miskin tadi secara fisik lemah atau cacat, maka menurut Ibnu Taimiyah kewajiban membiayai ada pada bapak.[1]


WAJIBNYA MEMBERI NAFKAH ANAK PEREMPUAN WALAUPUN DEWASA

Ulama berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya seorang bapak memberi nafkah pada anak perempuan yang sudah dewasa. Sebagian besar ulama fiqih mengatakan wajib memberi nafkah sampai dia menikah. Argumennya adalah karena anak perempuan tidak mampu bekerja atau kalaupun mampu bekerja di luar akan cenderung berakibat pada kemudharatan atau berdampak negatif.

Pendapat ini didukung oleh madzhab Hanafi dalam Al-Mabsuth V/223, madzhab Maliki dalam Al-Mudawwanah II/263, madzhab Syafi'i dalam Al-Umm VII/340, dan madzhab Hanbali dalam Al-Mughni VIII/171.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar